BLOG DALAM MASA PERBAIKAN!!

Minggu, 10 November 2013

MAKALAH ARTI DEKAT DENGAN TUHAN



BAB I PENDAHULUAN

Sebagaimana yang sudah dipelajari sebelumnya bahwa tasawuf adalah ilmu yang membicarakan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan yang ditempuh dengan penyucian hati. Dekat dalam arti disini adalah dekat dalam memperoleh pengalaman rohani merasakan kehadiran Tuhan dan melihatNya dengan hati kita.
Menurut para sufi, jalan mendekatkan diri kepada Tuhan (thariqah) ditempuh dengan menjalani tahapan-tahapan (maqamat), antara lain:
1.      Taubat (meninggalkan dosa)
2.      Wara (meninggalkan segala sesuatu yang syubhat)
3.      Zuhud (tidak cinta terhadap dunia)
4.      Sabar (keteguhan hati dalam menghadapi cobaan)
5.      Faqr (kesadaran membutuhkan Allah)
6.      Tawakal (bergantung hanya kepada Allah), dan
7.      Ridha (rela kepada takdir Allah)
Untuk menempuh jalan tersebut diperlukan latihan rohani secara bertahap, perjuangan rohani dalam menempuh tahapan diatas antara lain seperti sedikit makan, sedikit bicara, sedikit tidur, dan mengasingkan diri dari makhluk. Secara keseluruhan ialah bahwa seorang sufi harus menjaga dirinya dari godaan hawa nafsu dan dengan sungguh-suguh memusatkan pikiran dan perasaan kepada Allah SWT.






BAB II PEMBAHASAN

Berbicara tentang tasawuf dalam Islam, perlu ditekankan bahwa jalan mendekatkan diri kepada Tuhan (thariqah) terdiri dari ajaran dan amalan yang tercakup dalam syari’ah. Penerapan prinsip ini ialah bahwa dalam menempuh thariqah mesti diutamakan mengerjakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan syari’ah dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang. Sesudah itu menyempurnakannya dengan amalan sunnah. Thariqah sebagai suatu jalan khusus tidak boleh meninggalkna syari’ah, merupakan jalan utama yang harus dipatuhi oleh setiap orang yang beriman.
   A.    Dekat dengan Tuhan
Dekat dengan Tuhan dalam hal ini bukan dari segi fisik melainkan dari segi rohani. Dalam membicarakan kedekatan hamba dengan Tuhan terdapat beberapa penjelasan. Pertama, dekat dengan Tuhan dalam arti cinta dan ketulusan hati menjalankan kepatuhan kepada Tuhan dan menjauhi segala larangan. Kedua, dekat dengan Tuhan dalam arti memperoleh pengetahuan secara langsung dari Tuhan yang diilhamkan kedalam hati. Peng-amalan rohani mengetahui Tuhan secara langsung (dengan penglihatan hati), dalam istilah tasawuf dinamakan ma’rifah. Ketiga, dekat dengan Tuhan dalam arti bersatu secara rohani dengan Tuhan.

   B.     Cinta kepada Tuhan
Para sufi adalah orang-orang yang mencintai Tuhan dan Tuhan mencintainya. Sebagaimana telah tersebut dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 165 artinya “Dan orang-orang beriman itu sangat mencintai Allah”. Dalam ayat lain disebutkan juga surat Al Ma’idah ayat 54 artinya “akan dating suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah”.
Tuhan adalah Dzat yang Maha Agung dan Maha Mulia, lebih Agung dan lebih Mulia dari segala sesuatu. Oleh karena itu Tuhan adalah yang paling berhak dicintai. Bagi para sufi, cinta yang sesungguhnya hanya ditujukan kepada Tuhan. Tanda-tanda orang yang mencintai sesuatu:

   1.      Senantiasa ingat kepada yang dicintai.
   2.      Selalu patuh dan taat kepada yang dicintai.
   3.      Berbuat sesuatu semata-mata karena yang dicintai.
  4.      Selalu ingin bertemu dan merasa gembira serta ketentraman dalam kebersamaan dengan yang dicintai.
   5.      Menyatukan khendak dan membayangkan yang dicintai dalam segala sesuatu yang dilihatnya.
Orang yang mencintai Allah senantiasa ingat hatinya kepada Allah. Ia senantiasa berdzikir menyebut namaNya dan merenungkan sifat-sifatNya. Sebagaimana dikatakan: “barangsiapa yang mencintai Allah , ia banyak berdzikir, mengingat dan menyebut namaNya” Al-Junaid berkata: “Sesungguhnya Allah dekat di hati hambaNya sebagaimana dekatnya hati hamba kepada Allah, maka lihatlah dekatnya Allah itu di dalam hatimu.”

    C.     Cinta kepada Rasulullah SAW
Kata Imam al-Ghazali “cinta kepada Rasulullah hakikatnya adalah mencintai Allah SWT”. Demikian juga cinta kepada para Ulama dan cinta kepada orang-orang yang bertaqwa.”           Al-Ghazali menjelaskan bahwa cinta pada hakikatnya hanya ditujukan kepada Allah SWT, karena Allah yang paling berhak untuk dicintai. Adapun cinta kepada sesama makhluk sesungguhnya dimaksudkan sebagai wasilah yang membawa cinta kepada Allah sendiri.

   D.    Ma’rifah
Ma’rifah secara harfiah berarti mengetahui atau pengetahuan. Yang dimaksud disini adalah mengetahui tentang Tuhan (marifatullah). Ma’rifah merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman langsung, dalam hal ini adalah pengalaman rohani. Objek yang diketahui adalah sesuatu yang dirasakan atau dilihat dengan penglihatan hati. Orang yang memperoleh ma’rifah disebut Al-Arif atau Al-Arif Billah, yaitu orang yang mengetahui Tuhan dengan penglihatan hati.
Menurut Dzun Nun seorang ahli sufi, bahwa pengetahuan tentang Tuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pengetahuan awam diperoleh dengan mendengar berita, pengetahuan tentang filosof diperoleh dengan penalaraan, dan pengetahuan sufi diperoleh dengan penyucian hati, mereka (sufi) mendambakan pengetahuan tentang Tuhan secara langsung dengan penglihatan hati, pengetahuan inilah yang disebut dengan ma’rifah. Dzun Nun berkata “Ma’rifah ialah pengetahuan tentang sifat-sifat keesaan Allah yang diberikan khusus kepada wali Allah. Mereka menyaksikan Allah dengan hatinya sehingga terbuka kepada mereka apa yang tidak dibuka oleh Allah kepada hambaNya yang lain.”
Dzun Nun berkata “sufi adalah sebuah nama yang mengandung tiga pengertian, yaitu pertama, orang yang cahaya ma’rifahnya tidak mematikan cahaya wara’ nya, kedu; kedua, ia tidak berbicara dengan pengetahuan batin yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah; ketiga, ia tidak menggunakan karamah yang diberi Allah untuk melanggar larangan Allah.”

    E.     Alat untuk memperoleh Ma’rifah
Menurut ahli tasawuf alat yang dipergunakan untuk mengetahui Tuhan ialah dengan hati (qalb/kalbu). Manusia diberi berbagai macam panca indera untuk mengetahui dan merasakan sesuatu. Dan salah satunya manusia diberi oleh Allah hati untuk mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Hati mempunyai mata yang dapat melihat sesuatu yang abstrak, sesuatu yang bersifat rohani, sebagaimana mata dapat melihat sesuatu yang konkrit.
Selain hati (qalb) juga terdapat nafs dan ruh dalam jiwa rohani manusia. Qalb adalah daya rohani yang berfungsi memahami dan merasakan. Nafs adalah daya rohani manusia yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak. Ruh adalah daya rohani yang memancarkan kehidupan.
Menurut al-Qusyairi ada tiga macam alat yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan Tuhan, yaitu qalb, ruh dan sir. Qalb untuk mengetahui sifa-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan, dan sir untik berkontemplasi tentang Tuhan. Harun Nasution menjelaskan bahwa sir lebih halus daripada ruh, dan ruh lebih halus daripada qalb. Sir dapat menerima pancaran cahaya dari Allah apabila qalb dan ruh telah suci dari perbuatan terlarang. Diwaktu itulah Allah menurunkan cahaya kepada sufi, dengan cahaya itu ia melihat Allah. Maka sampailah ia ketingkat Ma’rifah.

    F.      Musyahadah
Istilah lain dari ma’rifah adalah musyhadah yang berarti penyaksian. Yang dimaksud dengan penyaksian adalah penyaksian dengan penglihatan hati. Pada tingkatan ini, sufi mempunyai kesadaran melihat dengan penglihatan hati bahwa pada setiap ciptaan atau makhluk ada tanda-tanda yang menunjukan kehadiran sang Pencipta. Abu Nashr Al-Sarraj berkata “kata para sufi yang memperoleh ma’rifah, mereka berkata bahwa mereka itu melihat Allah dalam segala sesuatu dan bahwa segala sesuatu itu nerupakan pertanda daripadaNya.” Menurut Al-Ghazali, musyahadah adalah anugerah rohani yang sebesar-besarnya yang dirasakan oleh manusia di dunia. Orang yang mendapatkan karunia itu di dunia akan merasakan kelezatan penyaksian yang lebih besar lagi kelak di akhirat.

    G.    Kasyf
Kasyf yang berarti terbukanya tabir, yaitu tabir yang menghalangi hamba dengan Tuhan. Dinamakan kasyf karena merupakan pengalaman penyaksian secara langsung kepada objek yang diketahui. Kasyf terbagi menjadi dua, yang pertama kasyf dalam bentuk rendah, yaitu terbuka hijab kepada alam ghaib, misalnya terhadap alam kubur, alam arwah, suga, neraka dsb. Kedua, kasyf dalam bentuk yang tinggi, yakni menyaksikan sifat dan nama Allah dalam setiap makhlukNya.

    H.    Hijab yang mengalingi manusia dari Tuhan
Syaikh Zarruq menjelaskan bahwa hijab yang mengalingi manusia dari Allah itu ada dua macam. Pertama hijabnya mata (bashar), yaitu kelemahan atau keterbatasan mata, maka tidak dapat melihat perkara yang ghaib. Hijabnya mata adalah sesuatu yang dzati sifatnya, tidak akan hilang, kecuali, dengan takdir Allah, diakhirat nanti. Kedua, hijabnya penglihatan hati (bashirah), yaitu ‘aib yang terdapat di dalam diri manusia. Hijabnya bashirah adalah sesuatu yang ‘aridh, sesuatu yang datang kemudian.

I.       Ma’rifah adalah kekaguman
Dzun Nun berkata :” Semakin banyak mengetahui tentang Tuhan, semakin kagum tentang Tuhan.” Yang dimaksud ialah bahwa manusia tidak dapat mengetahui Tuhan dengan pengetahuan yang sempurna. Apa yang dapat diketahui hanyalah sedikit saja dari tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Semakin banyak dia mengetahui tantang Tuhan, ia semakin kagum, yakni semakin menyadari banyak hal yang tidak diketahuinya tentang Tuhan.
J.       Karamah
Karamah merupakan anugerah yang diberikan kepada hambaNya berupa ilmu, kekuasaan, terkabulnya doa dan sebagainya. Misalnya pengetahuan tentang sesuatu yang terjadi pada masa yang lalu atau yang akan ter jadi di masa yang akan datang. Hala yang demikian itu terjadi pada sufi dan para wali, sebagai anugerah kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepadaNya. Ahli tasawuf berkata “ Jadilah engkau orang yang mencari istiqomah, bukan orang yang mencari karomah karena sesungguhnya istiqomah itu adalah karomah yang sebesar-besarnya dari Allah kepada hambanya.”


    K.    Bersatu dengan Tuhan
Yang dimaksud bersatu dengan tuhan ialah suatu keadaan hati yang ditandai dengan leburnya sifat tuhan kedalam sifat hambanya (yang mencintai). Abu sa’id Al-kharraj berkata ”barang siapa menyaksikan Allah dengan hatinya, maka lenyapnya segalah sesuatau selain Allah, dan leburlah segala sesuatu dalam keagungan Allah, sehingga tidak ada didalam hatinya kecuali Allah.” Yang dimaksud bersatu denagan tuhan disini ialah suatu keadaan dimana seorang hamba berada dalam keasdaan sedekat-dakatnya dengan tuhan. Setiap ucapannya disinari oleh cahaya ilahi serta gerak gerik dan perbuatannya dibimbing oleh cahaya ilahi.

 
    L.     Tauhid menurut para Sufi
 Al-Ghozali menggolongkan tauhid dalam empat macam: pertama, tauhid dalam mengucapkan dalam lailahailla Allah dengan lisan tapi hatinya lupa kepada Allah.ini adalah tauhidnya orang munafik. Kedua, tauhid dalam mengucapkan dalam lailahailla Allah dan hatinya beriman kepada Allah. Ini adalah tauhidnya orang awam. Ketiga, tauhid yang diperoleh dengan jalan kasyf, yaitu datangnya cahaya Allah ke dalam hati sehingga orang yang mengalami keadaan ini melihat gejala yang beraneka ragam dalam alam semesta ini sebagai wujud yang berasal dari Allah. Keempat, dalam arti fana’ fil Al-Tauhid, yaitu kesadaran tauhid yang dialami oleh orang-orang yang mengalami keadaan fana. Ia tidak menyadari wujud dirinya dan tidak menyadari wujud makhluk sebagai wujud yang sebenarnya.  Ia tidak menyaksikan sesuatu kecuali Allah. Inilah yang dimaksud dengan penyaksian kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar